Peribahasa “besar pasak daripada tiang” sudah diajarkan di Sekolah
Dasar sejak dahulu. Tidak pernah disebutkan siapa pencipta peribahasa
tersebut. Tidak pula disebutkan mulai kerajaan apa diajarkan. Tetapi
dapat dipastikan bahwa peribahasa tersebut merupakan ajaran kuno nenek
moyang di Nusantara.
Menurut wikipedia Indonesia, peribahasa adalah kelompok kata yang
mempunyai susunan yang tetap dan mengandung aturan dasar dalam
berperilaku. Aturan ini merupakan warisan yang baik untuk dipedomani.
Peribahasa diatas baik dipedomani, baik untuk generasi yang lampau
maupun generasi yang akan datang.
Besar pasak daripada tiang bisa dibaca sebagai ajaran nenek moyang
Nusantara agar kita memperhatikan pendapatan. Perhatikan berapa
pendapatan yang kita miliki. Hindari belanja yang berlebihan. Usahakan
bahwa pendapatan selalu lebih besar daripada belanja. Kelebihannya bisa
ditabung untuk belanja masa yang akan datang.
Pajak Sebagai Pendapatan Negara
Banyak pakar mendefinisikan pajak. Masing-masing sesuai dengan sudut
pandang yang berbeda. Tetapi saya (mungkin) memiliki definisi berbeda.
Saya mengartikan pajak sebagai penghasilan yang diambil oleh negara.
Negara sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban. Diantara hak
yang dimiliki negara adalah memungut pajak. Hak ini tertulis di Pasal
23A UUD. Di beberapa literatur, hak negara untuk memungut pajak disebut
hak mendahului. Disebut mendahului karena hak ini diatas hak lainnya.
Negara mengambil sebagian penghasilan dari rakyatnya dimaksudkan
dalam rangka mewujudkan tujuan penyelenggaraan negara. Bentuk
penghasilan yang diambil dari rakyat dalam keindonesiaan disebut Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Royalti pertambangan, bagi hasil
minyak dan gas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan, dan pajak lainnya baik
yang diadministrasikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun disusun
oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk penyelenggaraan
kenegaraan. Kegiatan kenegaraan yang dimaksud semua kegiatan negara baik
yudikatif, legislatif maupun eksekutif. Kegiatan-kegiatan tersebut
dibiaya oleh pendapatan. Dalam hal pendapatan tidak mencukupi, maka
negara mencari utang.
Tidak ada pihak yang secara sukarela memberi utang kemudian tidak
mengharapkan pelunasan. Semua utang wajib dilunasi. Bahkan ditambah
bunga. Artinya utang wajib dibayar oleh pajak. Atau utang dibayar oleh
utang.
Sampai kapan utang dibayar oleh utang? Dosen penulis pernah berujar
bahwa utang dibayar oleh utang sampai kiamat atau sampai negara tersebut
bubar. Sejarah negara modern mencatat, hanya sedikit negara yang tidak
punya utang. Utang tidak pernah lunas.
Jika kita berandai-andai untuk melunasi utang tersebut, maka sekarang
kita harus menghentikan meminta utang untuk membiayai negara. Kemudian
membayar utang dari pajak sampai lunas. Pendapatan negara berupa pajak
harus cukup untuk membiayai penyelenggaraan negara dan membayar utang.
Begitu seterusnya ke tahun-tahun selanjutnya sampai utang lunas. Dengan
demikian jelaslah bahwa utang harus dibaca sebagai uang muka penerimaan
pajak.
Seandainya kita tetap mengharapkan utang untuk penyelenggaraan
negara, berarti kita telah “membajak” hak generasi yang akan datang.
Kecuali kita sepakat bahwa utang akan tetap ada sampai negara bubar.
Pajak Untuk Mewujudkan Tujuan Negara
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah
merumuskan tujuan dibentuknya negara. Tujuan pendirian NKRI tertulis
dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu:
- Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
- Memajukan kesejahteraan umum,
- Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, maka NKRI diperlukan
tentara yang kuat. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan perisai
pertama NKRI dari serangan musuh. TNI ibarat tulang punggung NKRI. Jika
TNI kuat maka NKRI kuat. Dan kekuatan TNI terletak pada peralatan dan
tentaranya. Peralatan TNI harus dibeli dengan pajak. Begitu juga dengan
keseluruhan tentara harus dibuat “kuat” oleh pajak.
Melindungi segenap bangsa Indonesia juga berarti perlunya aparat
penegak hukum. NKRI adalah negara hukum. Jika aparat penegak hukum tidak
dicukupkan kehidupannya oleh negara maka aparat tersebut sangat mudah
memperjualbelikan hukum. Aparat penegak hukum harus dibayar dengan cukup
oleh negara. Pajak harus cukup untuk membiayai aparat penegak hukum
seperti kehakiman, kejaksaan, kepolisian dan lainnya.
Memajukan kesejahteraan umum merupakan pekerjaan yang tidak pernah
selesai. Membuat rakyat sejahtera tidak berarti pajak harus dibagi-bagi
secara langsung untuk rakyat. Pemberian tunai untuk rakyat hanya pantas
untuk fakir miskin dan anak-anak telantar.
Pada umumnya, memajukan kesejahteraan umum yang dilakukan oleh negara
adalah dengan membuat infrastuktur dan barang-barang milik umum.
Infrastruktur dimaksudkan untuk memperlancar perekonomian. Infrastruktur
yang baik berguna untuk efesiensi roda usaha rakyat. Contoh
infrastruktur: jalan raya, waduk, irigasi, pelabuhan udara dan laut.
Infrastruktur yang tidak ekonomis tapi diperlukan hanya bisa diwujudkan
oleh negara dengan uang pajak.
Barang-barang milik umum sebenarnya kebutuhan masyarakat. Masyarakat
perlu taman untuk rekreasi. Perlu gedung dan lapangan olah raga untuk
kebutuhan masyarakat. Perlu rumah sakit yang memadai supaya tetap sehat.
Kebutuhan masyarakat seperti itu merupakan kewajiban NKRI untuk
kesejahteraan umum.
Mencerdaskan kehidupan bangsa hanya dapat diwujudkan dengan
pendidikan gratis. NKRI yang berkewajiban untuk menyediakan pendidikan
gratis. Bukan orang tua peserta didik yang harus membayar pendidikan
tetapi negara harus membayar pendidikan untuk rakyatnya. Pendidikan
gratis yang dibayar oleh negara berasal dari pajak.
Semua Janji Akan Ditunaikan Dengan Pajak
Indonesia telah memilih sistem demokrasi dalam penyelenggaraan
negara. Presidan dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Sebelum dipilih, calon presiden dan calon wakil presiden memberikan
janji-janji kepada rakyat. Pada saat calon presiden dan calon wakil
presiden terpilih oleh rakyat, maka janji tersebut wajib ditunaikan.
Harian Republika mencatat setidaknya ada 54 janji presiden
terpilih Jokowi dan wakil presiden terpilih Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada
saat kampanye. Laman VOA-Islam.com malah mencatat lebih banyak lagi,
yaitu 66 janji Jokowi-JK. Apapun janji tersebut, setelah dilantik,
pemerintah Jokowi-JK harus melunasi janji tersebut.
Diantara janji Jokowi-JK tersebut yang dicatat oleh harian Republika antar lain:
- Menyediakan 1 juta ha lahan pertanian baru di luar Jawa.
- Mengelola persediaan pupuk dan menjaga harga tetap murah.
- Pembangunan 25 bendungan.
- Perbaikan 5.000 pasar tradisional.
- Mewujudkan tol laut Aceh-Papua.
- Bantuan dana Rp 10 juta per tahun untuk UMKM/koperasi.
- Memberi subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen.
- Membangun 6.000 puskesmas dengan fasilitas rawat inap.
- Meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan.
- Sekolah gratis.
- Mewujudkan pendidikan seluruh warga negara termasuk anak petani, nelayan, butuh termasuk difabel dan elemen masyarakat lain melalui Kartu Indonesia Pintar.
Mewujudkan tol laut Aceh-Papua termasuk ide baru yang muncul
pada saat kampanye. Sekedar perbandingan, tol Trans Sumatera yang
panjangnya sekitar 2.700 KM akan memerlukan biaya sekitar 150 triliun
rupiah. Bagaimana dengan rencana tol laut Aceh-Papua? Berapa panjangnya?
Berapa uang yang harus disediakan?
Belum ada studi kelayakan dan belum dihitung berapa rupiah biaya
pembangunan tol laut tersebut. Kemungkinan besar, pihak swasta pun tidak
ada yang dengan sukarela membangun. Pembangunan strategis seperti ini
harus dibiayai oleh negara. Artinya, pajak harus cukup untuk membayar
janji-janji diatas.
Lebih Kuat Lebih Banyak Hasil
Ibarat kendaraan truk, semakin kuat mesin membawa muatan, semakin
banyak yang diangkut. Semakin banyak yang diangkut semakin banyak
menghasilkan uang.
Sekarang kita balik. Pemerintahan baru Jokowi-JK nantinya memerlukan
banyak uang untuk membayar janji-janji kampanye. Uang tersebut sangat
logis jika didapat dari pendapatan pajak. Sangat riskan jika program
yang begitu “mahal” harus dibayar dengan utang. Generasi mana lagi yang
akan “dirampas”? Besar pasak daripada tiang!
Untuk menghasilkan pendapatan pajak yang banyak, maka diperlukan
mesin uang yang kuat! Mesin pendapatan pajak yang modern dengan
organisasi perpajakan yang modern. Mesin dalam hal ini dimaksudkan
teknologi informatika yang digunakan. Artinya perpajakan harus
menggunakan teknologi informatika modern supaya tidak “lelet”.
Organisasi perpajakan yang modern adalah organisasi atau administrasi
perpajakan yang menggunakan standar-standar Internasional. Diantaranya best practices yang sering direkomendasikan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Administrasi perpajakan Indonesia harus menerapkan best practices Internasional agar lebih kuat menghasilkan pendapatan pajak.
Yuk, kita kaji sama-sama bagaimana best practices
administrasi perpajakan Internasional dan Indonesia jangan ketinggalan!
Untuk “Indonesia Hebat” harus disokong oleh administrator pajak hebat.
Sumber : DIRJEN PAJAK
Reviews:
Post a Comment